
Pemerintah mengajukan usulan terkait pelaksanaan pidana mati dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana. Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej mengatakan bahwa dalam ruu penyesuaian pidana ketentuan soal penjatuhan pidana mati wajib disertai masa percobaan selama 10 tahun. Hal ini menjadi perhatian penting dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Rabu (26/11/2025). Eddy juga menyinggung soal kesepakatan di fraksi terkait penghapusan kata ‘dapat’ di undang-undang, yang mengakibatkan syarat-syarat tertentu menjadi kabur.
Latar Belakang
Usulan ini muncul sebagai upaya untuk mereformasi sistem pidana mati di Indonesia. Dengan penghapusan kata ‘dapat’, pidana mati secara otomatis dicantumkan dengan masa percobaan selama 10 tahun. Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi hukum dan dampaknya terhadap para terdakwa.
Fakta Penting
Eddy Hiariej menjelaskan bahwa permintaan dari 9 fraksi terkait pidana mati telah mengubah tatanan hukum yang ada. Penghapusan kata ‘dapat’ membuat syarat-syarat tertentu menjadi tidak jelas, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dalam RUU Penyesuaian Pidana.
Dampak
Usulan ini mengundang perdebatan di kalangan legislator dan masyarakat. Beberapa pihak khawatir dengan dampak sosial dan politik yang mungkin timbul dari perubahan ini. Di sisi lain, ada yang mendukung langkah ini sebagai upaya untuk memperkuat sistem hukum Indonesia.
Akhiri dengan pertanyaan retoris: Apakah perubahan ini akan memberikan keadilan yang lebih baik bagi para terdakwa, atau malah menimbulkan ketidakpastian hukum?










