
Kasus-kasus mutilasi dan pembunuhan dalam wujud penganiayaan sadis kembali mengguncang ranah publik. Dari berita di berbagai platform media hingga perbincangan di media sosial, kebrutalan yang terjadi tidak hanya menyisakan luka fisik bagi korban, tetapi juga trauma kolektif bagi masyarakat. Hanya dalam hitungan jam, kita ditunjukkan aksi pembunuhan satu keluarga dan mutilasi yang terjadi di Indramayu dan Mojokerto.
Aparat kepolisian memang mampu menangkap pelaku, namun, sekali lagi, kita terlanjur disuguhkan drama sosial yang mengiris hati: bagaimana mungkin seseorang dimutilasi hingga ratusan potong atau betapa sadisnya sekeluarga dibunuh di mana terdapat anggota keluarga korban yang masih balita di dalamnya.
Data dari Komnas Perempuan (2024) mencatat bahwa kekerasan berbasis gender, termasuk kasus ekstrem seperti mutilasi, terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, laporan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri (2024) menunjukkan bahwa motif di balik kekerasan ini sering kali dipicu oleh hal-hal sepele seperti cemburu, dendam, atau konflik personal yang tidak terselesaikan.